Umar Bin Khattab
Kawan-kawan, di sini saya telah
memosting beberapa tauladan Khalifah Umar Bin Khattab, semoga suri tauladan
Khaliffa dapat menular kepada kita dan menjadikan kita hamba Allah yg lebih
baik. Amiin.
1.
Suatu malam, Sang Khalifah menemukan sebuah
gubuk kecil yang dari dalamnya nyaring terdengar suara tangis anak-anak. Umar
mendekat dan memerhatikan dengan seksama keadaan gubuk itu. Ia dapat melihat
ada seorang ibu yang dikelilingi anak-anaknya. Ibu itu kelihatan sedang memasak
sesuatu. Tiap kali anak-anaknya menangis, sang Ibu berkata, “Tunggulah!
Sebentar lagi makanannya akan matang.” Selagi Umar memerhatikan di luar, sang
ibu terus menenangkan anak-anaknya dan mengulangi perkataannya bahwa makanan
sebentar lagi akan matang. Umar menjadi penasaran. Setelah memberi salam dan
meminta izin, dia memasuki gubuk itu dan bertanya kepada sang ibu.
"Mengapa anak-anak Ibu tak berhenti menangis?” “Itu karena mereka sangat
lapar,” jawab si ibu. “Mengapa tidak ibu berikan makanan yang sedang Ibu masak
sedari tadi itu?”
“Tidak ada makanan. Periuk yang sedari tadi saya masak hanya berisi batu untuk mendiamkan anak-anak. Biarlah mereka berpikir bahwa periuk itu berisi makanan. Mereka akan berhenti menangis karena kelelahan dan tertidur.” “Apakah Ibu sering berbuat begini?” tanya Umar ingin tahu.
“Ya. Saya sudah tidak memiliki keluarga ataupun suami tempat saya bergantung. Saya sebatang kara,” jawab si ibu sambil datar, berusaha menyembunyikan kepedihan hidupnya. “Mengapa Ibu tidak meminta pertolongan kepada Khalifah? Sehingga beliau dapat menolong Ibu beserta anak-anak Ibu dengan memberikan uang dari Baitul Mal? Itu akan sangat membantu kehidupan ibu dan anak-anak,” nasihat Umar. “Khalifah telah berbuat zalim kepada saya,” jawab si ibu. “Bagaimana Khalifah bisa berbuat zalim kepada ibu?” sang Khalifah ingin tahu. “Saya sangat menyesalkan pemerintahannya. Seharusnya ia melihat kondisi rakyatnya dalam kehidupan nyata. Siapa tahu, ada banyak orang yang senasib dengan saya.” Umar berdiri dan berkata, “Tunggu sebentar, Bu. Saya akan segera kembali!” Pada malam yang telah larut itu, Umar segera bergegas ke Madinah, menuju Baitul Mal. Ia segera mengangkat sekarung gandum yang besar di pundaknya. Abbas, sahabatnya membantu membawa minyak samin untuk memasak. Maka, ketika Khalifah menyerahkan sekarung gandum yang besar kepada si ibu beserta anak-anaknya yang miskin, bukan main gembiranya mereka menerima bahan makanan dari lelaki yang tidak dikenal ini.
“Tidak ada makanan. Periuk yang sedari tadi saya masak hanya berisi batu untuk mendiamkan anak-anak. Biarlah mereka berpikir bahwa periuk itu berisi makanan. Mereka akan berhenti menangis karena kelelahan dan tertidur.” “Apakah Ibu sering berbuat begini?” tanya Umar ingin tahu.
“Ya. Saya sudah tidak memiliki keluarga ataupun suami tempat saya bergantung. Saya sebatang kara,” jawab si ibu sambil datar, berusaha menyembunyikan kepedihan hidupnya. “Mengapa Ibu tidak meminta pertolongan kepada Khalifah? Sehingga beliau dapat menolong Ibu beserta anak-anak Ibu dengan memberikan uang dari Baitul Mal? Itu akan sangat membantu kehidupan ibu dan anak-anak,” nasihat Umar. “Khalifah telah berbuat zalim kepada saya,” jawab si ibu. “Bagaimana Khalifah bisa berbuat zalim kepada ibu?” sang Khalifah ingin tahu. “Saya sangat menyesalkan pemerintahannya. Seharusnya ia melihat kondisi rakyatnya dalam kehidupan nyata. Siapa tahu, ada banyak orang yang senasib dengan saya.” Umar berdiri dan berkata, “Tunggu sebentar, Bu. Saya akan segera kembali!” Pada malam yang telah larut itu, Umar segera bergegas ke Madinah, menuju Baitul Mal. Ia segera mengangkat sekarung gandum yang besar di pundaknya. Abbas, sahabatnya membantu membawa minyak samin untuk memasak. Maka, ketika Khalifah menyerahkan sekarung gandum yang besar kepada si ibu beserta anak-anaknya yang miskin, bukan main gembiranya mereka menerima bahan makanan dari lelaki yang tidak dikenal ini.
Umar berpesan agar ibu
itu datang menemui Khalifah keesokan harinya untuk mendaftarkan dirinya dan
anak-anaknya di Baitul Mal. Setelah keesokan harinya, ibu dan anak-anaknya
pergi untuk menemui Khalifah. Dan betapa sangat terkejutnya si ibu begitu
menyaksikan bahwa lelaki yang telah menolongnya tadi malam adalah Khalifahnya sendiri,
Khalifah Umar bin Khattab.
Segera saja si ibu minta maaf atas kekeliruannya yang telah menilai bahwa khalifahnya zalim terhadapnya. Namun Sang Khalifah tetap mengaku bahwa dirinyalah yang telah bersalah.
Segera saja si ibu minta maaf atas kekeliruannya yang telah menilai bahwa khalifahnya zalim terhadapnya. Namun Sang Khalifah tetap mengaku bahwa dirinyalah yang telah bersalah.
masih banyak kisah para sahabat nabi yang dapat kita jadikan contoh dalam kehidupan kita, selengkapnya silahkan baca disini
Terimakasih gan atas infonya yang bermanfaat ini, visit balik ya http://shalat-wajib-fardlu.blogspot.com/
BalasHapusterimakasih,,,,membantu banget,,,dalam ilmu sejarah islam
BalasHapus